Pasar global memasuki babak baru ketidakpastian. Ketegangan geopolitik, fluktuasi suku bunga, dan perlambatan ekonomi menjadi paduan kompleks yang menguji ketahanan portofolio investasi, termasuk perusahaan dengan label Environmental, Social, and Governance (ESG). Jika ditelisik lebih lanjut, benarkah ESG mampu bertahan di tengah tekanan?
Data terbaru dari S&P Global menunjukkan bahwa S&P 500 ESG Index mampu mencatatkan kinerja yang sebanding, bahkan mengungguli indeks konvensional S&P 500 dalam beberapa periode. Dengan tracking error yang rendah dan risiko terkelola, indeks ini menunjukkan bahwa pendekatan tersebut tidak hanya bertahan, tetapi juga bisa menjadi penopang stabilitas portofolio. Fenomena ini layak menjadi cermin untuk menakar daya tahan indeks serupa di pasar Indonesia, termasuk IHSG ESG Sectoral Index.
Gambar 1. Data Index S&P 500, 2020.
Sumber: S&P Global, 2020.
Meski data menunjukkan kinerja positif, dunia investasi ESG justru sedang diguncang secara politis. Artikel Bloomberg (2025) mengungkap bagaimana sejumlah bank besar AS seperti Goldman Sachs, Citigroup, dan Morgan Stanley secara serempak menarik diri dari Net-Zero Banking Alliance. Langkah ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ESG mulai kehilangan relevansi?
Jawabannya tidak sesederhana itu. Mundurnya institusi keuangan ini lebih merupakan respon terhadap tekanan politik domestik, bukan bukti gagalnya pendekatan ESG secara finansial. Bahkan, banyak pihak melihat ini sebagai momen redefinisi—bahwa ESG harus kembali ke akar strategisnya, bukan sekadar simbolisme korporat atau alat marketing.
Untuk memperkuat implementasinya, perusahaan perlu mengadopsi pendekatan strategis yang tidak hanya bersifat simbolik (tick the box), tetapi menyeluruh dan terintegrasi dengan model bisnis inti, beberapa prinsip berikut dapat menjadi pegangan:
Untuk mencapai prinsip yang relevan, dimulai dari pemahaman yang tajam atas isu yang paling berdampak bagi industri. Maka perusahaan perlu melakukan audit materialitas ESG untuk mengidentifikasi isu paling relevan bagi industri dan stakeholder mereka, serta mengembangkan kebijakan internal berbasis prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan.
Selain itu, penting bagi perusahaan untuk menetapkan indikator kinerja (KPI) ESG yang terukur dan konsisten dengan standar global seperti GRI, SASB, atau TCFD, serta regulasi lokal seperti POJK 51 dan IDX ESG Leader Index. Integrasi ini akan menjadi landasan penting dalam meningkatkan kepercayaan investor dan publik di tengah lanskap risiko global yang terus berubah.
Untuk mewujudkan komitmen secara sistemik, maka prinsip-prinsip tersebut harus merasuk hingga ke ranah pengambilan keputusan strategis, manajemen risiko, dan keuangan—termasuk dalam rantai pasok, strategi energi, pengelolaan SDM, dan tata kelola korporasi. Dengan membangun tata kelola yang kuat dan kolaboratif, perusahaan akan lebih siap menghadapi tekanan eksternal seperti regulasi baru, tuntutan investor institusi, maupun dinamika geopolitik seperti yang tercermin dalam keputusan Wall Street mundur dari komitmen iklim. Di sinilah ESG bukan lagi sekadar alat mitigasi risiko, melainkan sumber daya strategis untuk menciptakan keunggulan kompetitif jangka panjang.
Langkah penting dalam memperkuat implementasi ESG adalah memastikan bahwa seluruh inisiatif yang dilakukan dapat diukur secara jelas, diverifikasi secara independen, dan dikomunikasikan secara transparan kepada para pemangku kepentingan. Untuk itu, perusahaan perlu mengadopsi standar pelaporan yang kredibel seperti Global Reporting Initiative (GRI), Sustainability Accounting Standards Board (SASB), atau TCFD untuk pelaporan iklim.
Selain itu, melibatkan pihak ketiga independen untuk melakukan verifikasi atau assurance terhadap laporan keberlanjutan akan meningkatkan kepercayaan investor, regulator, dan publik. Komunikasi yang bertanggung jawab bukan hanya soal membagikan data, tapi juga tentang membangun narasi yang jujur, konsisten, dan berorientasi pada dampak nyata.
Pendekatan yang strategis ini tidak hanya menjawab tuntutan pasar dan regulator, tetapi juga membangun ketahanan bisnis jangka panjang. Sebab prinsip ESG bukan lah sebatas tujuan, melainkan sebuah perjalanan. Ingin memulai inisiatif ESG? Konsultasikan bersama Maxima Impact Consulting dan mulailah perjalanan transformasi berkelanjutan Anda hari ini!